Carita Dewoso 2015 | Mertuaku
adalah seorang janda dengan kulit yang putih, cantik, lembut, dan
berwajah keibu ibuan, dia selalu mengenakan kebaya jika keluar rumah.
Dan mengenakan daster panjang bila didalam rumah, dan rambutnya dikonde
keatas sehingga menampakkan kulit lehernya yang putih jenjang.
Sebenarnya
semenjak aku masih pacaran dengan anaknya, aku sudah jatuh cinta
padanya Aku sering bercengkerama dengannya walaupun aku tahu hari itu
pacarku kuliah. Diapun sangat baik padaku, dan aku diperlakukan sama
dengan anak anaknya yang lain. Bahkan tidak jarang bila aku kecapaian,
dia memijat punggungku.Carita Dewoso 2015 | Setelah aku
kawin dengan anaknya dan memboyong istriku kerumah kontrakanku, mertuaku
rajin menengokku dan tidak jarang pula menginap satu atau dua malam.
Karena rumahku hanya mempunyai satu kamar tidur, maka jika mertuaku
menginap, kami terpaksa tidur bertiga dalam satu ranjang. Biasanya Ibu
mertua tidur dekat tembok, kemudian istri ditengah dan aku dipinggir.
Sambil tiduran kami biasanya ngobrol sampai tengah malam, dan tidak
jarang pula ketika ngobrol tanganku bergerilya ketubuh istriku dari
bawah selimut, dan istriku selalu mendiamkannya.
Bahkan pernah suatu
kali ketika kuperkirakan mertuaku sudah tidur, kami diam diam melakukan
persetubuhan dengan istriku membelakangiku dengan posisi agak miring,
kami melakukankannya dengan sangat hati hati dan suasana tegang.
Beberapa kali aku tepaksa menghentikan kocokanku karena takut
membangunkan mertuaku. Tapi akhirnya kami dapat mengakhirinya dengan
baik aku dan istriku terpuaskan walaupun tanpa rintihan dan desahan
istriku.
Suatu malam meruaku kembali menginap dirumahku, seperti
biasa jam 21.00 kami sudah dikamar tidur bertiga, sambil menonton TV
yang kami taruh didepan tempat tidur. Yang tidak biasa adalah istriku
minta ia diposisi pinggir, dengan alasan dia masih mondar mandir
kedapur. Sehingga terpaksa aku menggeser ke ditengah walaupun sebenarnya
aku risih, tetapi karena mungkin telalu capai, aku segera tidur
terlebih dahulu.
Aku terjaga pukul 2.00 malam, layar TV sudah mati.
ditengah samar samar lampu tidur kulihat istriku tidur dengan pulasnya
membelakangiku, sedangkan disebelah kiri mertuaku mendengkur halus
membelakangiku pula. Hatiku berdesir ketika kulihat leher putih mulus
mertuaku hanya beberapa senti didepan bibirku, makin lama tatapan mataku
mejelajahi tubuhnya, birahiku merayap melihat wanita berumur yang
lembut tergolek tanpa daya disebelahku..
Dengan berdebar debar
kugeser tubuhku kearahnya sehingga lenganku menempel pada punggungnya
sedangkan telapak tanganku menempel di bokong, kudiamkan sejenak sambil
menunggu reaksinya. Tidak ada reaksi, dengkur halusnya masih teratur,
keberanikan diriku bertindak lebih jauh, kuelus bokong yang masih
tertutup daster, perlahan sekali, kurasakan birahiku meningkat cepat.
Penisku mulai berdiri dan hati hati kumiringkan tubuhku menghadap
mertuaku.
Kutarik daster dengan perlahan lahan keatas sehingga
pahanya yang putih mulus dapat kusentuh langsung dengan telapak
tanganku. Tanganku mengelus perlahan kulit yang mulus dan licin, pahanya
keatas lagi pinggulnya, kemudian kembali kepahanya lagi, kunikmati
sentuhan jariku inci demi inci, bahkan aku sudah berani meremas
bokongnya yang sudah agak kendor dan masih terbungkus CD.
Tiba tiba aku dikejutkan oleh gerakan mengedut pada bokongnya sekali, dan pada saat yang sama dengkurnya berhenti.
Aku
ketakutan, kutarik tanganku, dan aku pura pura tidur, kulirik mertuaku
tidak merubah posisi tidurnya dan kelihatannya dia masih tidur. Kulirik
istriku, dia masih membelakangiku, Penisku sudah sangat tegang dan nafsu
birahiku sudah tinggi sekali, dan itu mengurangi akal sehatku dan pada
saat yang sama meningkatkan keberanianku.
Setelah satu menit berlalu
situasi kembali normal, kuangkat sarungku sehingga burungku yang berdiri
tegak dan mengkilat menjadi bebas, kurapatkan tubuh bagian bawahku
kebokong mertuaku sehingga ujung penisku menempel pada pangkal pahanya
yang tertutup CD. Kenikmatan mulai menjalar dalam penisku, aku makin
berani, kuselipkan ujung penisku di jepitan pangkal pahanya sambil
kudorong sedikit sedikit, sehingga kepala penisku kini terjepit penuh
dipangkal pahanya, rasa penisku enak sekali, apalagi ketika mertuaku
mengeser kakinya sedikit, entah disengaja entah tidak.
Tanpa
meninggalkan kewaspadaan mengamati gerak gerik istri, kurangkul tubuh
mertuaku dan kuselipkan tanganku untuk meremas buah dadanya dari luar
daster tanpa BH. Cukup lama aku melakukan remasan remasan lembut dan
menggesekan gesekkan penisku dijepitan paha belakangnya. Aku tidak tahu
pasti apakah mertuaku masih terlelap tidur atau tidak tapi yang pasti
kurasakan puting dibalik dasternya terasa mengeras. Dan kini kusadari
bahwa dengkur halus dari mertuaku sudah hilang.., kalau begitu..pasti
ibuku mertuaku sudah terjaga..? Kenapa diam saja? kenapa dia tidak
memukul atau menendangku, atau dia kasihan kepadaku? atau dia
menikmati..? Oh.. aku makin terangsang.
Tak puas dengan buah dadanya,
tanganku mulai pindah keperutnya dan turun keselangkangannya, tetapi
posisinya yang menyebabkan tangan kananku tak bisa menjangkau daerah
sensitifnya. Tiba tiba ia bergerak, tangannya memegang tanganku, kembali
aku pura pura tidur tanpa merrubah posisiku sambil berdebar debar
menanti reaksinya. Dari sudut mataku kulihat dia menoleh kepadaku,
diangkatnya tanganku dengan lembut dan disingkirkannya dari tubuhnya,
dan ketika itupun dia sudah mengetahui bahwa dasternya sudah tersingkap
sementara ujung penisku yang sudah mengeras terjepit diantara pahanya.
Jantungku
rasanya berhenti menunggu reaksinya lebih jauh. Dia melihatku sekali
lagi, terlihat samar samar tidak tampak kemarahan dalam wajahnya, dan
ini sangat melegakanku .
Dan yang lebih mengejutkanku adalah dia
tidak menggeser bokongnya menjauhi tubuhku, tidak menyingkirkan penisku
dari jepitan pahanya dan apalagi membetulkan dasternya. Dia kembali
memunggungiku meneruskan tidurnya, aku makin yakin bahwa sebelumnya
mertuaku menikmati remasanku di payudaranya, hal ini menyebabkan aku
berani untuk mengulang perbuatanku untuk memeluk dan meremas buah
dadanya. Tidak ada penolakan ketika tanganku menyelusup dan memutar
mutar secara lembut langsung keputing teteknya melalui kancing depan
dasternya yang telah kulepas. Walaupun mertuaku berpura pura tidur dan
bersikap pasif, tapi aku dengar nafasnya sudah memburu.
Cukup lama
kumainkan susunya sambil kusodokkan kemaluanku diantara jepitan pahanya
pelan pelan, namun karena pahanya kering, aku tidak mendapat kenikmatan
yang memadai, Kuangkat pelan pelan pahanya dengan tanganku, agar aku
penisku terjepit dalam pahanya dengan lebih sempurna, namun dia justru
membalikkan badannya menjadi terlentang, sehingga tangannya yang berada
disebelah tangannya hampir menyetuh penisku, bersamaan dengan itu tangan
kirinya mencari selimutnya menutupi tubuhnya. Kutengok istri yang
berada dibelakangku, dia terlihat masih nyenyak tidurnya dan tidak
menyadari bahwa sesuatu sedang terjadi diranjangnya.
Kusingkap
dasternya yang berada dibawah selimut, dan tanganku merayap kebawah
CDnya. Dan kurasakan vaginanya yang hangat dan berbulu halus itu sudah
basah. Jari tanganku mulai mengelus, mengocok dan meremas kemaluan
mertuaku. Nafasnya makin memburu sementara dia terlihat berusaha untuk
menahan gerakan pinggulnya, yang kadang kadang terangkat, kadang
mengeser kekiri kanan sedikit. Kunikmati wajahnya yang tegang sambil
sekali kali menggigit bibirnya. Hampir saja aku tak bisa menahan nafsu
untuk mencium bibirnya, tapi aku segera sadar bahwa itu akan menimbulkan
gerakan yang dapat membangunkan istriku.
Setelah beberapa saat
tangan kanannya masih pasif, maka kubimbing tangannya untuk mengelus
elus penisku, walaupun agak alot akhirnya dia mau mengelus penisku,
meremas bahkan mengocoknya. Agak lama kami saling meremas, mengelus,
mengocok dan makin lama cepat, sampai kurasakan dia sudah mendekati
puncaknya, mertuakan membuka matanya, dipandanginya wajahku erat erat,
kerut dahinya menegang dan beberapa detik kemudian dia menghentakkan
kepalanya menengadah kebelakang. Tangan kirinya mencengkeram dan menekan
tanganku yang sedang mengocok lobang kemaluannya. Kurasakan semprotan
cairan di pangkal telapak tanganku. Mertuaku mencapai puncak kenikmatan,
dia telah orgasme. Dan pada waktu hampir yang bersamaan air maniku
menyemprot kepahanya dan membasahi telapak tangannya. Kenikmatan yang
luar biasa kudapatkan malam ini, kejadianya begitu saja terjadi tanpa
rencana bahkan sebelumnya membayangkanpun aku tidak berani.
Sejak
kejadian itu, sudah sebulan lebih mertuaku tidak pernah menginap
dirumahku, walaupun komunikasi dengan istriku masih lancar melalui
telpon. Istriku tidak curiga apa apa tetapi aku sendiri merasa rindu,
aku terobsesi untuk melakukannya lebih jauh lagi. Kucoba beberapa kali
kutelepon, tetapi selalu tidak mau menerima. Akhirnya setelah
kupertimbangkan maka kuputuskan aku harus menemuinya.
Hari itu aku
sengaja masuk kantor separo hari, dan aku berniat menemuinya dirumahnya,
sesampai dirumahnya kulihat tokonya sepi pengunjung, hanya dua orang
penjaga tokonya terlihar asik sedang ngobrol. Tokonya terletak beberapa
meter dari rumah induk yang cukup besar dan luas. Aku langsung masuk
kerumah mertuaku setelah basa basi dengan penjaga tokonya yang kukenal
dengan baik. Aku disambut dengan ramah oleh mertuaku, seolah olah tidak
pernah terjadi sesuatu apa apa, antara kami berdua, padahal sikapku
sangat kikuk dan salah tingkah.
“Tumben tumbenan mampir kesini pada jam kantor?”
“Ya Bu, soalnya Ibu nggak pernah kesana lagi sih”
Mertuaku hanya tertawa mendengarkan jawabanku
“Ton.
Ibu takut ah.. wong kamu kalau tidur tangannya kemana mana.., Untung
istrimu nggak lihat, kalau dia lihat.. wah.. bisa berabe semua
nantinya..”
“Kalau nggak ada Sri gimana Bu..?” tanyaku lebih berani.
“Ah kamu ada ada saja, Memangnya Sri masih kurang ngasinya, koq masih minta nambah sama ibunya.”
“Soalnya ibunya sama cantiknya dengan anaknya” gombalku.
“Sudahlah,
kamu makan saja dulu nanti kalau mau istirahat, kamar depan bisa
dipakai, kebetulan tadi masak pepes” selesai berkata ibuku masuk ke
kamarnya.
Aku bimbang, makan dulu atau menyusul mertua kekamar.
Ternyata nafsuku mengalahkan rasa lapar, aku langsung menyusul masuk
kekamar, tetapi bukan dikamar depan seperti perintahnya melainkan
kekamar tidur mertuaku. Pelan pelan kubuka pintu kamarnya yang tidak
terkunci, kulihat dia baru saja merebahkan badannya dikasur, dan matanya
menatapku, tidak mengundangku tapi juga tidak ada penolakan dari
tatapannya. Aku segera naik keranjang dan perlahan lahan kupeluk
tubuhnya yang gemulai, dan kutempelkan bibirku penuh kelembutan.
Mertuaku menatapku sejenak sebelum akhirnya memejamkan matanya menikmati
ciuman lembutku. Kami berciuman cukup lama, dan saling meraba dan dalam
sekejap kami sudah tidak berpakaian, dan nafas kami saling memburu.
Sejauh ini mertuaku hanya mengelus punggung dan kepalaku saja, sementara
tanganku sudah mengelus paha bagian dalam. Ketika jariku mulai
menyentuh vaginanya yang tipis dan berbulu halus, dia sengaja membuka
pahanya lebar lebar, hanya sebentar jariku meraba kemaluanya yang sudah
sangat basah itu, segera kulepas ciumanku dan kuarahkan mulutku ke
vagina merona basah itu.
Pada awalnya dia menolak dan menutup pahanya erat erat.
“Emoh..
Ah nganggo tangan wae, saru ah.. risih..” namun aku tak menghiraukan
kata katanya dan aku setengah memaksa, akhirnya dia mengalah dan
membiarkan aku menikmati sajian yang sangat mempesona itu, kadang kadang
kujilati klitorisnya, kadang kusedot sedot, bahkan kujepit itil
mertuaku dengan bibirku lalu kutarik tarik keluar.
“Terus nak Ton.., Enak banget.. oh.. Ibu wis suwe ora ngrasakke penak koyo ngene sstt”
Mertuaku
sudah merintih rintih dengan suara halus, sementara sambil membuka
lebar pahanya, pinggulnya sering diangkat dan diputar putar halus.
Tangan kiriku yang meremas remas buah dadanya, kini jariku sudah masuk
kedalam mulutnya untuk disedot sedot.
Ketika kulihat mertuaku sudah
mendekati klimax, maka kuhentikan jilatanku dinya, kusodorkan ku
kemulutnya, tapi dia membuang muka kekiri dan kekanan, mati matian tidak
mau mengisap penisku. Dan akupun tidak mau memaksakan kehendak, kembali
kucium bibirnya, kutindih tubuhnya dan kudekap erat erat, kubuka leber
lebar pahanya dan kuarahkan ujung penisku yang mengkilat dibibr
vaginanya.
Mertuaku sudah tanpa daya dalam pelukanku, kumainkan
penisku dibibir kemaluannya yang sudah basah, kumasukkan kepala penis,
kukocok kocok sedikt, kemudian kutarik lagi beberapa kali kulakukan.
“Enak Bu?”
“He eh, dikocok koyo ngono tempikku keri, wis cukup Ton, manukmu blesekno sin jero..”
“Sekedap malih Bu, taksih eco ngaten, keri sekedik sekedik”
“Wis
wis, aku wis ora tahan meneh, blesekno sih jero meneh Ton oohh..
ssttss.. Ibu wis ora tahan meneh, aduh enak banget tempikku” sambil
berkata begitu diangkatnya tinggi tinggi bokongnya, bersamaan dengan itu
kumasukkan ku makin kedalam nya sampai kepangkalnya, kutekan ku dalam
dalam, sementara Ibu mertuaku berusaha memutar mutar pinggulnya,
kukocokkan penisku dengan irama yang tetap, sementara tubuhnya rapat
kudekap, bibirku menempel dipipinya, kadang kujilat lehernya, ekspresi
wajahnya berganti ganti. Rupanya Ibu anak sama saja, jika sedang
menikmati sex mulutnya tidak bisa diam, dari kata jorok sampai rintihan
bahkan mendekati tangisan.
Ketika rintihannya mulai mengeras dan
wajahnya sudah diangkat keatas aku segera tahu bahwa mertua akan segera
orgasme, kukocok ku makin cepat.
“Ton..aduh aduh.. Tempikku senut senut, ssttss.. Heeh mu gede, enak banget.. Ton aku meh metu.. oohh.. Aku wis metu..oohh.”
Mertuaku
menjerit cukup keras dan bersamaan dengan itu aku merasakan semprotan
cairan dalam vaginanya. Tubuhnya lemas dalam dekapanku, kubiarkan
beberapa menit untuk menikmati sisa sisa orgasmenya sementara aku
sendiri dalam posisi nanggung.
Kucabut penisku yang basah kuyup oleh
lendirnya knya, dan kusodorkan ke mulutnya, tapi dia tetap menolak namun
dia menggegam penisku untuk dikocok didepan wajahnya. Ketika
kocokkannya makin cepat, aku tidak tahan lagi dan muncratlah lahar
maniku kewajahnya.
Siang itu aku sangat puas demikian juga mertuaku,
bahkan sebelum pulang aku sempat melakukannya lagi, ronde kedua ini
mertuaku bisa mengimbangi permainanku, dan kami bermain cukup lama dan
kami bisa sampai mencapai orgasme pada saat yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar